TL;DR
Setelah 4 bulan berhenti berlangganan Google One, saya berhasil membangun homelab pribadi dengan Raspberry Pi 5. Investasi awal Rp 4.9 juta, penghematan Rp 1.1 juta/tahun, plus skill upgrade yang invaluable. Artikel ini akan akan sharing complete journey, challenges, dan lessons learned untuk teman-teman yang tertarik memulai homelab sendiri.
Table of Contents
- Mengapa Berhenti dari Google One?
- Apa itu Homelab?
- Investment Breakdown
- Step-by-Step Setup
- Migration Experience
- Hasil Setelah 4 Bulan
- Challenges & Real Solutions
- FAQ untuk Pemula
- Worth It or Not?
The Turning Point: Mengapa Berhenti dari Google One?
Februari 2025, saya akhirnya memutuskan untuk berhenti berlangganan Google One setelah beberapa tahun mengeluarkan budget Rp 320.000/tahun untuk 100GB storage. Yang bikin ironis: saya cuma pakai sekitar 18GB dari 100GB itu.
Reality Check di Akhir 2024
Storage Usage: 18GB/100GB (18%)
Annual Cost: Rp 320.000
Photos: Random shots, keponakan, liburan, dokumentasi
Actual Need: Minimal
Dependency Level: Concerning 📈
Moment of realization: Saya bayar untuk “jaga-jaga” dan “nanti kalau butuh”. Classic overthinking engineer syndrome! 😅
Yang lebih bikin mikir:
- What if Google naikin harga?
- What if policies berubah?
- What if saya butuh lebih dari sekedar storage?
Subscription Audit Wake-Up Call
Quick audit subscription bulanan:
- Google One: Rp 30.000
- Vidio.com: Rp 30.000
- VPS Digital Ocean: Rp 85.000
- Total: Rp 145.000+/bulan
As an SRE yang biasa manage infrastructure tiap hari, rasanya ironis banget gak bisa manage storage foto sendiri!
Homelab 101: Apa Sih Homelab Itu?
Homelab = Lab komputer pribadi di rumah untuk eksperimen dan menjalankan services sendiri.
Think of it seperti punya bengkel pribadi, tapi untuk software. Daripada bayar tukang (subscription) terus-menerus, kita belajar service sendiri.
Mengapa Homelab Menarik untuk Tech Enthusiast?
Untuk Profesional IT:
- Skill yang dipelajari langsung applicable ke pekerjaan
- Portfolio project yang impressive
- Understanding infrastructure dari ground up
- Hands-on experience dengan real hardware
Untuk Hobbyist:
- Kontrol penuh atas data pribadi
- Belajar teknologi baru tanpa biaya cloud
- Satisfaction dari “I built this myself”
- Community yang supportive dan sharing knowledge
Investment Breakdown: Berapa Sih Modal Awalnya?
Hardware Shopping (December 2024)
Raspberry Pi 5 (8GB+256GB): Rp 2.878.900
2x 4TB WD Red HDD: Rp 1.577.500 (dapat diskon ~60%)
Adapter Hard disk: Rp 126.900
Rack Hard disk: Rp 131.000
-----------------------------------
Total: Rp 4.930.500
“Gila, mahal banget cuma buat nyimpen 18GB foto!”
Tapi ini bukan cuma soal foto. Ini investasi untuk:
- Freedom dari monthly subscriptions
- Learning lab untuk experiment
- Foundation untuk future projects
- Skill development yang directly applicable ke kerjaan
Step-by-Step Setup Journey
Phase 1: Hardware Setup (Week 1-2)
Starting point: Raspberry Pi 5 dengan Debian 12 fresh install.
Storage Configuration:
- 256GB NVMe untuk Operating System
- 2x 4TB WD Red untuk data storage dalam RAID 1 (sistem backup otomatis)
Game Changer: OpenMediaVault (OMV)
Untuk RAID management, saya pakai OpenMediaVault - web-based NAS solution yang perfect untuk Raspberry Pi. No more command line complexity!
# Install OMV dengan simple script
wget -O - https://github.com/OpenMediaVault-Plugin-Developers/installScript/raw/master/install | sudo bash
OMV makes everything easier:
- Web UI untuk manage storage
- Built-in RAID configuration
- Monitoring dashboard
- Plugin ecosystem
First lesson: OMV di Raspberry Pi = game changer! Setup RAID 1 cuma point-and-click di web UI.
Phase 2: Choosing Photo Solution (Week 3)
Research berbagai platform self-hosted:
- Nextcloud Photos: Too heavy untuk Pi
- PhotoPrism: Nice tapi agak complex
- Syncthing: Just sync, no management
- Immich: Google Photos clone? Winner! 🏆
Mengapa Immich?
- UI/UX familiar (important untuk family sharing)
- Machine learning features (face recognition, auto-tagging)
- Active development community
- Lightweight enough untuk Raspberry Pi
Phase 3: Immich Deployment (Week 4)
Deploy menggunakan Docker Compose untuk simplified management. Docker = teknologi untuk menjalankan aplikasi dalam container yang terisolasi.
Setup berhasil dengan services:
- Immich Server (main application)
- Redis (caching system)
- Machine Learning (untuk face recognition)
┌─[aal@pi] - [/opt/workload/immich]
└─[$] docker compose ps
NAME STATUS PORTS
immich_machine_learning Up 4 weeks (healthy)
immich_redis Up 4 weeks (healthy)
immich_server Up 4 weeks (healthy) 0.0.0.0:2283->2283/tcp
Migration Experience: Dari Google Photos ke Immich
Trial & Error yang Mengajarkan Banyak Hal
Attempt 1: Google Takeout (Gagal Total)
- Request archive dari Google ✓
- Download 18GB zip file ✓
- Extract dan check results ✗
Masalahnya: Google Takeout download EVERYTHING termasuk foto sampah WhatsApp, screenshot random, dan duplicate berkali-kali!
Attempt 2: Manual Selection (Success!)
Akhirnya saya putuskan lebih selective:
- Buka Google Photos di web browser
- Pilih album-album penting saja:
- Foto keponakan
- Dokumentasi project
- Travel photos
- Memories dengan keluarga
- Download per album
The Magic Tool: immich-go
Untuk upload ke Immich server, saya pakai tool bernama immich-go:
# Install immich-go
go install github.com/simulot/immich-go@latest
# Upload photos dengan preserved album structure
immich-go -server=http://192.168.1.100:2283 \
-key=your-api-key \
-create-albums \
upload ~/GooglePhotos/*
Migration Timeline:
- Google Takeout attempt: 7 hari (mostly waiting + disappointment)
- Manual selection: 2 hari (including pick-and-choose)
- Upload ke Immich: 3 jam
Lesson learned: Sometimes manual > automatic!
Hasil Setelah 4 Bulan: The Numbers
Resource Usage
CPU: 10-45% average
RAM: 4.5GB/8GB used
Storage: 344GB/3.6TB (8.6% used)
Power Consumption: 15-27 Watt
Monthly Electric Bill: ~Rp 15.000
What’s Stored Now
Photos: 57GB (bertambah dari 18GB - I take more photos now!)
Media: 65GB (movies/series/books)
Backups: 22GB (old documents)
Git repositories: 1.2GB
Docker images: 41GB
Miscellaneous: ongoing...
Services yang Berjalan
Karena infrastructure sudah ada, why stop at photos?
Current Services:
- Immich - Photo management (Google Photos replacement)
- Jellyfin - Media server untuk film/series
- Vaultwarden - Password manager (Bitwarden alternative)
- Technitium - Local DNS server untuk ad blocking
- Linkding - Bookmark manager
- Memos - Note-taking app (Google Keep replacement)
- Miniflux - RSS feed reader
- Gitea - Personal Git server
- Calibre Web - Ebook management
Suddenly, Raspberry Pi jadi mini datacenter! 🚀
Cost Analysis
Cancelled Subscriptions:
- Google One: Rp 320.000/year
- VPS Digital Ocean: ~Rp 960.000/year
New Operational Cost:
- Electricity: Rp 180.000/year
Net Saving: Rp 1.100.000/year
ROI Period: ~4.5 years
Tapi ingat: ROI calculation ini belum include skill development dan satisfaction yang invaluable!
Challenges & Real Solutions
Challenge 1: Learning Curve yang Curam
Problem: Docker, RAID, Linux networking, troubleshooting… It’s overwhelming!
Solution:
- Start with one service at a time
- Document everything (saya pakai Memos app)
- Join communities: r/selfhosted, r/homelab
- Google is your best friend
Reality: Spent countless nights troubleshooting, tapi that’s part of the fun!
Challenge 2: Reliability Paranoia
Problem: “What if hardware fails? What if data hilang?”
Solution:
- RAID 1 untuk automatic disk backup
- UPS untuk power stability
- Regular backups ke external storage
- Critical data backup ke cloud (yes, ironic but smart)
Challenge 3: The Upgrade Itch
Problem: Setelah join r/homelab, pengen upgrade ke rack server, NAS dedicated, 10Gbit networking…
Reality Check: Raspberry Pi 5 sudah sangat capable untuk 90% use cases. Resist the urge!
Challenge 4: Remote Access Security
Problem: Akses services dari luar rumah = security risk
Solution:
- Cloudflare Tunnel (no port forwarding needed)
- VPN setup dengan WireGuard
- Strong passwords + 2FA everywhere
- Regular security updates
FAQ untuk Pemula
“Apakah Raspberry Pi cukup kuat untuk homelab?”
Ya! Untuk photo storage, media server, dan 5-7 services ringan sudah lebih dari cukup. Raspberry Pi 5 dengan 8GB RAM surprisingly powerful.
“Berapa lama setup-nya?”
- Hardware setup: 1-2 hari
- Basic services: 1-2 minggu (sambil belajar)
- Fine-tuning: Ongoing hobby
“Apakah rumit maintenance-nya?”
Tidak! Update rutin 1-2 jam per bulan. Daily monitoring cuma 5 menit check dashboard.
“Berapa biaya listrik per bulan?”
Raspberry Pi 5 + 2 HDD konsumsi sekitar 15-27 Watt. Dengan tarif listrik PLN, sekitar Rp 15.000/bulan.
“Bagaimana kalau internet mati?”
Local services tetap jalan! Photo viewing, media streaming, notes, password manager - semua accessible via local network.
“Apakah perlu background IT?”
Tidak wajib! Yang penting willing to learn dan patient dengan trial-error. Community sangat helpful untuk beginners.
Worth It or Not? My Honest Assessment
For Me? Absolutely Worth It! 🎯
Bukan cuma soal escape dari Rp 320.000/year Google One subscription. Tapi tentang:
- 🎓 Learning: Skills yang directly improve my work sebagai SRE
- 🔐 Control: My data, my rules, my infrastructure
- 🧪 Experimentation: Try new tech without recurring cloud costs
- 💪 Confidence: “I can build and manage this myself”
- 🎮 Fun: It’s genuinely enjoyable hobby dengan tangible results
But It’s Not for Everyone
Homelab makes sense kalau:
- ✅ Enjoy tinkering dengan technology
- ✅ Value learning over pure convenience
- ✅ Have time untuk occasional maintenance
- ✅ OK dengan troubleshooting sessions
- ✅ Want to reduce dependency on big tech
Maybe skip kalau:
- ❌ Want pure set-and-forget solution
- ❌ No time/interest dalam technical maintenance
- ❌ Value convenience over control dan learning
- ❌ Budget sangat terbatas (ROI takes time)
What’s Next? The Journey Continues…
Short Term Plans (2025):
- Implement automated backup ke external storage
- Setup monitoring dengan Grafana + Prometheus
- Experiment dengan local AI models
- Better security hardening
Long Term Dreams:
- Upgrade ke mini PC cluster
- Implement Kubernetes untuk container orchestration
- 10Gbit networking untuk faster file transfers
- Solar-powered setup (eco-friendly homelab!)
Final Thoughts: The Magic Moment
4 bulan lalu, saya berhenti langganan Google One dengan modal nekat dan satu Raspberry Pi. Sekarang? I’m running my own mini cloud infrastructure yang grows with my needs.
The best part? Ini bukan endpoint. Every week ada service baru untuk explore, optimization untuk implement, skill baru untuk learn.
Dari 18GB Google Photos ke 3.6TB homelab infrastructure. Dari monthly subscriber ke infrastructure administrator. Dari dependency ke self-reliance.
Moment ketika pertama kali akses foto dari server sendiri, share movie ke keluarga via Jellyfin, atau successfully recover dari hardware issue… It feels like magic, but you’re the magician! ✨
The journey is just beginning, and I love every bit of it!
P.S. - Keponakan saya sekarang punya dedicated cartoon collection di Jellyfin server. Best uncle ever? Maybe! 😄
Siap Memulai Homelab Journey?
Langkah Pertama:
- Audit subscription bulanan yang kamu bayar
- Tentukan skill yang ingin dipelajari
- Mulai kecil dengan Raspberry Pi starter kit
- Join community r/selfhosted dan r/homelab
Connect & Share:
- Follow journey saya di LinkedIn
- Share pengalaman homelab kamu di comment section
- Tag teman yang butuh inspirasi untuk mulai self-hosting!
Remember: Every expert was once a beginner. Yang penting adalah memulai! 🚀
Questions? Drop them di comment section atau reach out directly. Happy to share configs, troubleshooting tips, atau just chat about the amazing world of self-hosting!
Want to see more content tentang homelab, self-hosting, dan technology experiments? Follow untuk updates dan deep-dive tutorials!